简体中文
繁體中文
English
Pусский
日本語
ภาษาไทย
Tiếng Việt
Bahasa Indonesia
Español
हिन्दी
Filippiiniläinen
Français
Deutsch
Português
Türkçe
한국어
العربية
Ikhtisar:Hak atas fotoNat Geo LeoImage captionKesannya yang bertahan lama bukanlah suatu tempat yang dia kunj
Hak atas fotoNat Geo LeoImage caption
Kesannya yang bertahan lama bukanlah suatu tempat yang dia kunjungi, namun sebuah sikap.
Seorang remaja Inggris merayakan keberhasilannya setelah menyelesaikan perjalanan dari Inggris ke Australia dengan bersepeda sendirian.
Ben Hollis berangkat dari rumahnya di Leicester, Inggris, pada Agustus tahun lalu dan tiba di rumah bibi dan pamannya di Caloundra, dekat Brisbane, Australia, hari Minggu lalu.
Pria berusia 19 tahun itu telah menempuh jarak lebih dari 18.000 km dan telah mengunjungi 30 negara, termasuk mendatangi Gunung Bromo, Indonesia.
Kisah seorang pesepeda yang diselamatkan hidupnya oleh anjing jalanan
Pasangan Indonesia yang keliling dunia dengan sepeda motor, 40 negara dan 104.000 kilometer
Perjalanan keliling dunia sebuah keluarga dengan mobil
Saat tiba di rumah pamannya di Australia, Hollis berkata: “Agak tidak nyata. Setelah sekian lama berada di pelana (sepeda), saya sudah menyelesaikannya (perjalanan).”
Hak atas fotoNat Geo LeoImage caption
Ben Hollis mengaku dia disambut ramah oleh masyarakat di lokasi yang dia kunjungi, termasuk di Royal Café di Lucknow, India.
Hollis mengaku dia bekerja “setiap detik” demi mengumpulkan uang sambil tetap belajar agar mendapatkan nilai terbagus di sekolahnya.
Selama perjalanan, dia mengantungi uang £ 7,50 (atau sekitar Rp130 ribu) sehari dan berkemah nyaris setiap malam untuk menekan biaya.
Setelah mendaki beberapa gunung berapi, di antaranya Gunung Bromo di Indonesia, terbang melewati Everest dan tersesat di kawasan hutan hujan, dia mengatakan sulit untuk memilih puncak segalanya dari perjalanannya.
“Saya acap mengatakan itu adalah wilayah Timur Laut India - kawasan terpencil di barisan pegunungan ini, Anda turun dan melihat jembatan yang terbuat dari akar pohon,” katanya.
“Satu lagi di Bosnia, dengan sejarah tragis Sarajevo, mendaki jalur kereta bawah tanah era Komunis yang ditinggalkan.”
Hak atas fotoNat Geo LeoImage caption
Ben Hollis mengatakan lokasi di dekat Gunung Batok di Indonesia merupakan lokasi favoritnya untuk berkemah.
Namun demikian, kesannya yang mendalam bukanlah suatu tempat yang dia kunjungi, namun sebuah sikap.
“Itu terlihat dari sambutan masyarakat setempat, lagi dan lagi, tidak peduli mereka kaya atau miskin,” ungkapnya.
“Ketika mereka melihat sosok remaja jorok, yang letih luar biasa saat bersepeda ke tempat tinggal mereka di atas bukit, mereka selalu menyambutmu,” katanya.
Hak atas fotoNat Geo LeoImage caption
Selama perjalanan, dia mengantungi uang £ 7,50 (atau sekitar Rp130 ribu) sehari dan berkemah nyaris setiap malam untuk menekan biaya.
Dia juga mengumpulkan uang lebih dari £ 3.000 (sekitar Rp51 juta) untuk amal.
“Kamu menghabiskan banyak waktu di kepalamu sendiri, mengayuh sepeda berjam-jam, jadi ketika tiba di sini (di Australia) itu sungguh menakjubkan,” ujarnya.
“Dan tatkala bertemu keluarga yang pindah ke sini saat saya masih kanak-kanak, lalu mereka melambaikan tangan menyamut saya di garis finish itu merupakan sesuatu yang istimewa.”
Hollis didampingi oleh ayah dan saudara perempuannya selama sebulan di Australia sebelum mereka kembali ke Leicester.
Dia memulai studi biologi di University College of London pada bulan September nanti.
Disclaimer:
Pandangan dalam artikel ini hanya mewakili pandangan pribadi penulis dan bukan merupakan saran investasi untuk platform ini. Platform ini tidak menjamin keakuratan, kelengkapan dan ketepatan waktu informasi artikel, juga tidak bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh penggunaan atau kepercayaan informasi artikel.