简体中文
繁體中文
English
Pусский
日本語
ภาษาไทย
Tiếng Việt
Bahasa Indonesia
Español
हिन्दी
Filippiiniläinen
Français
Deutsch
Português
Türkçe
한국어
العربية
Ikhtisar:Hak atas fotoBjorn VaughnImage captionWalau polusi udara yang menyelubungi Palangkaraya mencapai pul
Hak atas fotoBjorn VaughnImage caption
Walau polusi udara yang menyelubungi Palangkaraya mencapai puluhan kali lipat dari batas normal, sebagian warga tampak tidak memakai masker dan merokok sembari mengendarai motor.
Polusiudara di Palangkaraya, Kalimantan Tengah,selama empat hari terakhir berada dalam taraf membahayakanakibat asap kebakaran hutan dan lahan atau karhutla.
Pada Senin (16/09), kandungan polusi PM2,5 tercatat mencapai 1.413,4 mikrogram/m³. Padahal, ambang batas normal polusi PM2,5 yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) adalah 65 mikrogram/m³.
Polusi udara dengan taraf berpuluh kali lipat dari ambang batas normal tak kunjung berubah sejak Jumat (13/09), menurut AirVisual.com yang merujuk data KLHK.
Karhutla kian meluas dan kabut asap semakin parah, BNPB kewalahan padamkan api
MA vonis Presiden Jokowi melanggar hukum soal karhutla, pemerintah akan ajukan PK
Kebakaran hutan: Argumen Malaysia-Indonesia soal asap berujung ke mana?
Kabut asap pekat kembali selimuti Palangkaraya, warga 'takut kanker paru-paru'
Hak atas fotoBBC News Indonesia
Partikulat (PM2,5) adalah partikel udara yang berukuran lebih kecil dari 2,5 mikron (mikrometer). Ukurannya yang sangat kecil bisa diibaratkan hanya 3% dari diameter rambut manusia.
Sedemikian kecilnya, Greenpeace Indonesia mengatakan bahwa PM 2,5 bisa dengan mudah menembus masker hijau yang biasa dipakai warga.
Hak atas fotoUlet Ifansasti/Getty ImagesImage caption
Siswa sekolah di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, memakai masker meskipun masker yang mereka gunakan tidak mempan untuk melindungi saluran pernapasan dari kabut asap yang melanda pada Sabtu (14/09) lalu.
Hak atas fotoBjorn VaughnImage caption
Siswa yang orang tuanya mampu secara ekonomi memakai perangkat masker yang lebih baik di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Kamis (12/09).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut polusi udara, terutama yang sangat halus seperti PM 2,5, amat berbahaya bagi kesehatan terutama kelompok rentan seperti bayi, anak-anak, ibu hamil dan lanjut usia.
Penyakit yang dapat terjadi akibat PM 2,5 yang tinggi ini antara lain stroke, penyakit jantung, infeksi saluran pernapasan, kanker dan penyakit paru kronis.
Khusus untuk penyakit pernapasan, PM 2,5 menjadi partikel yang dapat memperparah dengan lebih cepat sebab dapat mengendap pada saluran pernapasan daerah bronki dan alveoli.
Hak atas fotoBBC News IndonesiaBolak-balik ke rumah sakit
Lilis Alice, seorang warga Palangka Raya, mengaku terpaksa bolak-balik ke rumah sakit karena sakit tenggorokan. Dokter mengatakan, sakitnya itu karena menghirup asap.
“Masyarakat kan keluhan di sini mata pedas, tenggorokan sakit, badan terasa nggak enak. Kalau saya ke dokter dua kali. Sempat sembuh, tapi kena lagi,” tukasnya.
“Ini kayaknya sama seperti tahun 2015.”
Hak atas fotoUlet Ifansasti/Getty ImagesImage caption
Api melalap kawasan Taman Nasional Sebangau di dekat Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Sabtu (14/09).
Hak atas fotoBjorn VaughnImage caption
Kawasan hutan di dekat Palangkaraya, Kalimantan Tengah, dilanda kebakaran sehingga mengepulkan asap yang mengganggu warga sekitar.
Senada dengan Lilis, warga Pekanbaru, Ilham juga mengatakan begitu. Menurutnya buruknya udara menyerupai kondisi empat tahun silam; udara menguning dan bau asap pekat.
“Aroma (asap) sudah tajam tercium. Tajam banget. Sama kayak tahun 2015,” ujarnya geram saat dihubungi BBC News Indonesia.
“Jadi istriku, nggak pernah kena iritasi sama asap selama ini. Tapi di kulit mukanya merah-merah dan bentol juga mengelupas. Saat dibawa ke IGD, ternyata penyebabnya iritasi asap,” jelas Ilham kepada BBC News Indonesia.
Kasur terakhir Saripah, yang meninggal saat kabut asap akibat kebakaran hutan
“Apa pemerintah menunggu anak-anak kami mati karena asap?”
Kabut asap di Indonesia 'sebabkan' 100.000 kematian dini
Asap karhutla dikhawatirkan bakal menimbulkan penyakit baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Pada 2016, kajian para ahli di Universitas Harvard dan Columbia di Amerika Serikat menyebutkan bahwa kabut asap yang berasal dari pembakaran lahan dan hutan di Indonesia pada tahun sebelumnya mungkin saja telah menyebabkan 100.000 kematian prematur.
Ditambahkan, lebih dari 90% dari kematian tersebut berada di Indonesia, sisanya terdapat di Malaysia dan Singapura.
Kajian yang akan diterbitkan di jurnal Environmental Research Letters tersebut menggunakan data satelit dan model komputer tentang efek kesehatan untuk menentukan probabilitas statistik kematian dini.
Hak atas fotoAntara/Wahdi SeptiawanImage caption
Para pemadam beraksi di tengah kebakaran hutan yang melanda Muaro Jambi, Provinsi Jambi.
Pelaksana Harian Kepala Dinas Kesehatan Riau, Yohanes, mengatakan sejak akhir Agustus lalu Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di wilayahnya turun-naik di angka 400 atau termasuk kategori berbahaya.
Setidaknya sudah 11.654 pasien yang datang ke puskesmas di seluruh kabupaten dan kota dengan mayoritas gejala infeksi saluran pernapasan atas atau ISPA. Karena itu, kaya Yohanes, pihaknya membagikan setidaknya satu juta masker hijau ke masyarakat.
“Jadi keluhannya ada pneumonia dan ISPA. Tapi kebanyakan ISPA. Kami juga bagikan masker biasa, bukan N95, karena masker itu sirkulasi udaranya tidak cocok untuk situasi begini. Kalau digunakan 5-10 menit, akan sesak,” jelasnya.
Dia juga menegaskan, semua biaya pengobatan akibat asap kebakaran hutan dan lahan ini ditanggung pemerintah.
BBC Indonesia
Disclaimer:
Pandangan dalam artikel ini hanya mewakili pandangan pribadi penulis dan bukan merupakan saran investasi untuk platform ini. Platform ini tidak menjamin keakuratan, kelengkapan dan ketepatan waktu informasi artikel, juga tidak bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh penggunaan atau kepercayaan informasi artikel.